Selasa, 10 Januari 2017

PENGERTIAN DELIK ADAT



PENGERTIAN DELIK ADAT
Ter Haar mengartikan suatu delik itu sebagai tiap-tiap gangguan dari keseimbangan, tiap-tiap gangguan pada barang-barang materiil dan immaterial milik hidup seorang atau kesatuan (persatuan ) orang-orang, yang menyebabkan timbulnya suatu reaksi adat; dengan reaksi adat ini keseimbangan akan dan harus dapat dipulihkan kembali. Macam serta besarnya rekasi ditentukan oleh hukum adat yang bersangkuta ; lazimnya ujud reaksi tertentu adalah suatu pembayaran delik dalam uang atau barang. Secara singkatnya Ter Haar mengatakan untuk dapat disebut delik perbuatan itu harus mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat. Dan kegoncangan ini tidak hanya terdapat apabila peraturan-peraturan hukum dalam suatu masyarakat dilanggar, melainkan juga apabila norma-norma kesusilaan, keagamaan dan sopan santun dalam masyarakat dilanggar.
Delik adat merupakan tindakan melanggar hukum. Tapi tidak semua pelanggaran hukum merupakan perbuatan pidana ( delik ). Perbuatan yang dapat dipidana hanyalah pelanggaran hukum yang diancam dengan suatu pidana oleh Undang-Undang. 
Soerojo Wignjodipoero berpendapat delik adalah suatu tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka terjadi reaksi-reaksi adat. Jadi, hukum delik adat adalah keseluruhan hukum tidak tertulis yang menentukan adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya untuk memulihkan kembali keadaan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan tersebut. Menurut Van Vollenhoven, delik Adat adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan walaupun dalam kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan kesalahan yang kecil saja.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Delik adat merupakan tindakan melanggar hukum, tapi tidak semua pelanggaran hukum merupakan perbuatan pidana ( delik ). Merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan walaupun dalam kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan kesalahan yang kecil saja. Melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka terjadi reaksi-reaksi adat.
LAHIRNYA DELIK ADAT
Lahirnya delik adat itu tidak berbeda dengan lahirnya tiap peraturan hukum yang tidak tertulis. Suatu peraturan mengenai tingkah laku manusia pada suatu waktu mendapat sifat hukum, apabila suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan mempetahankannya terhadap orang yang melanggar peraturan itu atau pada suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan bertindak untuk mencegah pelanggaran itu. Bersamaan dengan saat peraturan itu memperoleh sifat hukum, maka pelanggaranya menjadi pelanggaran hukum adat serta pencegahanya menjadi penjegahan pelanggaran hukum adat. Dan dengan timbulnya pelanggaran hakum adat itu, lahirlah sekaligus juga delik adat, sehingga pencegahanya menjadi pencegahan delik adat.
SIFAT PELANGGARAN HUKUM ADAT
Hukum adat tidak mengadakan perpisahan antara pelanggaran hukum yang mewajibkan tuntutan memperbaiki kembali hukum di dalam lapangan hukum pidana dan pelanggaran hukum yang hanya dapat dituntut di lapangan perdata, maka petugas hukum (kepala adat) mengambil tindakan yang konkrit (reaksi adat) guna membetulkan hukum yang dilanggar itu.
 Pembetulan hukum yang dilanggar sehingga dapat memulihkan kembali keseimbangan yang semula ada itu, dapat berupa sebuah tindakan saja terjadi kadang-kadang mengingat sifatnya pelanggaran perlu diambil beberapa tindakan. Contohnya :
a. Mengganti kerugian kepada orang yang terkena (korban)
b. Membayar uang adat atau korban kepada persekutua hukum yang bersangkutan.
LAPANGAN BERLAKUNYA HUKUM ADAT DELIK
Lebih dahulu harus diketahui, bahwa perkara delik adat itu dapat bersifat :
       Melulu delik adat – misalnya pelanggaran peraturan-peraturan exogami, pelanggaran perturan panjer atau perturan-peraturan khusus adat lainya.
       Disamping delik adat, juga bersifat selik menurut KUHP – misalnya delik-delik terhadap harta kekayaan seseorang, menghina seseorang dan lain sebagainya.
PETUGAS HUKUM UNTUK PERKARA ADAT
Mengenai kewajiban petugas hukum adat, hakim tidak boleh mengadili melulu menurut perasaan, ia adalah terikat kepada nilai-nilai yang berlaku secara obyektif di dalam masyarakat. Hakim juga terikat kepada keputusanya sendiri, artinya dalam hal-hal yang serupa ia harus memberi keputusan yang serupa pula. Tetapi dalam hal ini, harus diperhatikan bahwa ia harus menghormati dan terikat juga kepada system hukum Indonesia yang tidak mengenal dasar “Precedent” seperti yang berlaku di Inggris dan Amerika.Van Vollenhoven menegaskan, bahwa hakim adalah berwenang bahkan berkewajiban untuk menambah hukum adat berdasarkan atas pertimbangan, bahwa perubahan yang cukup besar di dalam situasi kehidupan rakyat menghendaki dibentuknya peraturan hukum baru. Peradilan menurut hukum adat adalah :
       Meneruskan dengan rasa tanggung jawab, pembinaan segala hal yang telah terbentuk sebagai hukum di dalam masyarakat.
       Jika tidak ada penetapan terhadap soal yang serupa atau jika penetapan pada waktu yang lampau tidak dapat dipertahakan, maka hakim harus memberi putusan yang menurut keyakinanya akan berlaku sebagai keputusan hukum di dalam daerah hukumnya hakim itu. Hakim harus memberi bentuk kepada apa yang dikehendaki oleh system hukum, oleh kenyataan social dan oleh syarat kemanusiaan sebagai peraturan hukum.
ALIRAN PIKIRAN TRADISIONAL
1. Aliran pikiran barat, terutama yang bersifat liberalis, bercorak rasonalis dan intelektual. Menurut aliran pikiran itu, maka  agama, ekonomi, kesenian, olah raga dan sebagainya. Mempunya lapangan yang sendiri sendiri yang satu terlapas dengan yang lainya.
2. Alam Pikiran Tradisonal indonesia (Timur) bersifat kosmis, meliputi segalanya sebagai kesatuan (totaliter). Umat manusia adalah sebagian dari alam semesta ; tidak ada pemisahan dari berbagai macam lapangan hidup ; tidak ada pemisan antara dunia lahir dan dunia ghaib serta tidak ada pemisan antara manusia dengan makluk lainya dimuka bumi ini. Segala sesuatunya bercampur-baur, bersangkut-paut, jalin-menjalin, dan segala sesuatu pengaruhi-mempengaruhi. Dan manusia bertalian dengan segala sesuatau yang bereksistensi didalam alam semseta.
3. Perbedaan besar antara aliran pikiran Barat yang berasaskan liberalisme dan aliran pikiran tradisonal indonesia, mengenai kedudukan orang di dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar