PENGERTIAN DELIK ADAT
Ter
Haar mengartikan suatu delik itu sebagai tiap-tiap gangguan dari keseimbangan,
tiap-tiap gangguan pada barang-barang materiil dan immaterial milik hidup
seorang atau kesatuan (persatuan ) orang-orang, yang menyebabkan timbulnya
suatu reaksi adat; dengan reaksi adat ini keseimbangan akan dan harus dapat
dipulihkan kembali. Macam serta besarnya rekasi ditentukan oleh hukum adat yang
bersangkuta ; lazimnya ujud reaksi tertentu adalah suatu pembayaran delik dalam
uang atau barang. Secara singkatnya Ter Haar mengatakan untuk dapat disebut
delik perbuatan itu harus mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan
masyarakat. Dan kegoncangan ini tidak hanya terdapat apabila
peraturan-peraturan hukum dalam suatu masyarakat dilanggar, melainkan juga
apabila norma-norma kesusilaan, keagamaan dan sopan santun dalam masyarakat
dilanggar.
Delik
adat merupakan tindakan melanggar hukum. Tapi tidak semua pelanggaran hukum
merupakan perbuatan pidana ( delik ). Perbuatan yang dapat dipidana hanyalah
pelanggaran hukum yang diancam dengan suatu pidana oleh Undang-Undang.
Soerojo
Wignjodipoero berpendapat delik adalah suatu tindakan yang melanggar perasaan
keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan
terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali,
maka terjadi reaksi-reaksi adat. Jadi, hukum delik adat adalah keseluruhan
hukum tidak tertulis yang menentukan adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran
adat beserta segala upaya untuk memulihkan kembali keadaan keseimbangan yang
terganggu oleh perbuatan tersebut. Menurut Van Vollenhoven, delik Adat adalah
perbuatan yang tidak boleh dilakukan walaupun dalam kenyataannya peristiwa atau
perbuatan itu hanya merupakan kesalahan yang kecil saja.
Dari
pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Delik adat merupakan
tindakan melanggar hukum, tapi tidak semua pelanggaran hukum merupakan
perbuatan pidana ( delik ). Merupakan perbuatan yang tidak boleh dilakukan
walaupun dalam kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan
kesalahan yang kecil saja. Melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup
dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta
keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka terjadi reaksi-reaksi
adat.
LAHIRNYA DELIK ADAT
Lahirnya
delik adat itu tidak berbeda dengan lahirnya tiap peraturan hukum yang tidak
tertulis. Suatu peraturan mengenai tingkah laku manusia pada suatu waktu
mendapat sifat hukum, apabila suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan
mempetahankannya terhadap orang yang melanggar peraturan itu atau pada suatu
ketika petugas hukum yang bersangkutan bertindak untuk mencegah pelanggaran
itu. Bersamaan dengan saat peraturan itu memperoleh sifat hukum, maka
pelanggaranya menjadi pelanggaran hukum adat serta pencegahanya menjadi
penjegahan pelanggaran hukum adat. Dan dengan timbulnya pelanggaran hakum adat
itu, lahirlah sekaligus juga delik adat, sehingga pencegahanya menjadi
pencegahan delik adat.
SIFAT PELANGGARAN HUKUM ADAT
Hukum
adat tidak mengadakan perpisahan antara pelanggaran hukum yang mewajibkan
tuntutan memperbaiki kembali hukum di dalam lapangan hukum pidana dan
pelanggaran hukum yang hanya dapat dituntut di lapangan perdata, maka petugas hukum (kepala adat) mengambil
tindakan yang konkrit (reaksi adat) guna membetulkan hukum yang dilanggar itu.
Pembetulan hukum yang
dilanggar sehingga dapat memulihkan kembali keseimbangan yang semula ada itu,
dapat berupa sebuah tindakan saja terjadi kadang-kadang mengingat sifatnya
pelanggaran perlu diambil beberapa tindakan. Contohnya :
a. Mengganti kerugian kepada orang yang terkena (korban)
b. Membayar uang adat atau korban kepada persekutua hukum
yang bersangkutan.
LAPANGAN BERLAKUNYA HUKUM ADAT DELIK
Lebih
dahulu harus diketahui, bahwa perkara delik adat itu dapat bersifat :
• Melulu
delik adat – misalnya pelanggaran peraturan-peraturan exogami, pelanggaran
perturan panjer atau perturan-peraturan khusus adat lainya.
• Disamping
delik adat, juga bersifat selik menurut KUHP – misalnya delik-delik terhadap
harta kekayaan seseorang, menghina seseorang dan lain sebagainya.
PETUGAS HUKUM UNTUK PERKARA ADAT
Mengenai
kewajiban petugas hukum adat, hakim tidak boleh mengadili melulu menurut
perasaan, ia adalah terikat kepada nilai-nilai yang berlaku secara obyektif di
dalam masyarakat. Hakim juga terikat kepada keputusanya sendiri, artinya dalam
hal-hal yang serupa ia harus memberi keputusan yang serupa pula. Tetapi dalam
hal ini, harus diperhatikan bahwa ia harus menghormati dan terikat juga kepada
system hukum Indonesia yang tidak mengenal dasar “Precedent” seperti yang
berlaku di Inggris dan Amerika.Van Vollenhoven menegaskan, bahwa hakim adalah
berwenang bahkan berkewajiban untuk menambah hukum adat berdasarkan atas
pertimbangan, bahwa perubahan yang cukup besar di dalam situasi kehidupan
rakyat menghendaki dibentuknya peraturan hukum baru. Peradilan menurut hukum
adat adalah :
• Meneruskan
dengan rasa tanggung jawab, pembinaan segala hal yang telah terbentuk sebagai
hukum di dalam masyarakat.
• Jika
tidak ada penetapan terhadap soal yang serupa atau jika penetapan pada waktu
yang lampau tidak dapat dipertahakan, maka hakim harus memberi putusan yang
menurut keyakinanya akan berlaku sebagai keputusan hukum di dalam daerah
hukumnya hakim itu. Hakim harus memberi bentuk kepada apa yang dikehendaki oleh
system hukum, oleh kenyataan social dan oleh syarat kemanusiaan sebagai
peraturan hukum.
ALIRAN PIKIRAN TRADISIONAL
1.
Aliran pikiran barat, terutama yang bersifat liberalis, bercorak rasonalis dan
intelektual. Menurut aliran pikiran itu, maka agama, ekonomi,
kesenian, olah raga dan sebagainya. Mempunya lapangan yang sendiri sendiri yang
satu terlapas dengan yang lainya.
2.
Alam Pikiran Tradisonal indonesia (Timur) bersifat kosmis, meliputi segalanya
sebagai kesatuan (totaliter). Umat manusia adalah sebagian dari alam semesta ;
tidak ada pemisahan dari berbagai macam lapangan hidup ; tidak ada pemisan
antara dunia lahir dan dunia ghaib serta tidak ada pemisan antara manusia
dengan makluk lainya dimuka bumi ini. Segala sesuatunya bercampur-baur,
bersangkut-paut, jalin-menjalin, dan segala sesuatu pengaruhi-mempengaruhi. Dan
manusia bertalian dengan segala sesuatau yang bereksistensi didalam alam
semseta.
3.
Perbedaan besar antara aliran pikiran Barat yang berasaskan liberalisme dan
aliran pikiran tradisonal indonesia, mengenai kedudukan orang di dalam
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar