Selasa, 10 Januari 2017

Hukum


                                                             Hukum
Dalam pergaulan antar manusia pada setiap masyarakat, dimanapun dan kapanpun, selalu ada peraturan.  Ada naluri dalam setiap kalbu anggota masyarakat untuk menata hubungan antara sesama agar tidak terjadi kekacauan, ada perlindungan terhadap kepentingannya, ada jaminan masa depan terhadap harapannya untuk hidup.  Pemikiran-pemikiran dan harapan-harapan tentang itu semua diikrarkan menjadi pedoman perilaku bersama.  Karena itu, setiap peraturan betapapun bentuknya merupakan manifestasi dari suara hati masyarakat, suara hati kolektif.  Dalam bahasa prancis disebut consciense collective, ciri khas dari peraturan yang menjelma dari consciense collective itu adalah : melindungi, mengatur, dan mengupayakan keseimbangan antara bermacam macam kepentingan yang berbeda-beda dari masyarakat ke masyarakat lainnya menurut waktu (tijd), tempat (ruimte), dan keadaan (omstandigheid).
Lain halnya dengan hukum adat.  Sebagian besar peraturan-peraturan dikalangan masyarakat hukum adat tidak terkodifikasi. Sebagian lagi peratyran-peraturan itu tertulis di daun lontar, batu-batu, mungkin di tembok-tembok, barangkali juga dijalan-jalan.  Tulisan-tulisan di tembok-tembok di kota Roma (yang disebut grafiti), atau dijalan-jalan beraspal dewasa ini dapat dipandang sebagai tiruan(atau mimesis dalam bahasa Yunani) dari kebiasaan yang mulai tumbuh dan berkembang di Roma itu.  Peraturan-peraturan tidak terkodifikasi itu dirumuskan oleh para kepala adat.  Dahulu, peraturan-peraturan itu berlaku bagi orang indonesia asli dan timur asing.
Secara etimologis (asal usul kata), menurut snouck hurgonje, kata adat berasal dari bahasa arab yang kemudian lazim dipergunakan di Indonesia.  Snouck hurgonje secara singkat mendefinisikan hukum adat sebagai hukum rakyat Indonesia yang tak dikodifikasikan.  Pada awalnya, hukum adat diartikan sebagai kebiasaan, yaitu semua tingkah laku orang Indonesia.  Akan tetapi, menurut pasal 15A.B, “kebiasaan adalah bukan hukum, kecuali apabila undang-undang menunjukan kepadanya”  (Van Dijk /Soehardi, 1964: 4) A.B merupakan singkatan dari Algemene Bepalingen van Wetgeving (ketentuan umum tentang pembentukan undang-undang).  Dengan diundangkanya UU no. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, khusus menimbang huruf C, maka A.B. tersebut seharusnya sudah tidak sesuai lagi dengan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia.
Perlu dicatat bahwa ketentuan pasal 15 A.B. itu tidak sejalan dengan hukum yang berlaku di beberapa negara Eropa pada masa itu, yang memandang kebiasaan sebagai hukum.  Misalnya hukum yang berlaku di Jerman zaman Friedrich Carl von Savignyi bapak aliran sejarah/budaya hukum.  Namun kehadiran pasal 15 A.B. dalam tata hukum pemerintahan Hindia Belanda dapat dipahami melalui sejarah hukum kodifikasi yang berawal dari Roma, dimantapkan di Prancis pada zaman Napoleon Bonaparte, berkembang lagi di Belanda, dan akhirnya sampai ke Indonesia metode konkordansi.

1 komentar:

  1. How to get Titanium White octane in the game of Tennis
    The game of babyliss pro titanium straightener Tennis is a tennis game, it is damascus titanium played by one titanium helix earrings of the best titanium vs platinum tennis players in the world. Tennis is played in a unique titanium dive knife

    BalasHapus