Hukum
Dalam
pergaulan antar manusia pada setiap masyarakat, dimanapun dan kapanpun, selalu
ada peraturan. Ada naluri dalam setiap
kalbu anggota masyarakat untuk menata hubungan antara sesama agar tidak terjadi
kekacauan, ada perlindungan terhadap kepentingannya, ada jaminan masa depan
terhadap harapannya untuk hidup.
Pemikiran-pemikiran dan harapan-harapan tentang itu semua diikrarkan
menjadi pedoman perilaku bersama. Karena
itu, setiap peraturan betapapun bentuknya merupakan manifestasi dari suara hati
masyarakat, suara hati kolektif. Dalam
bahasa prancis disebut consciense
collective, ciri khas dari peraturan yang menjelma dari consciense collective itu adalah :
melindungi, mengatur, dan mengupayakan keseimbangan antara bermacam macam kepentingan
yang berbeda-beda dari masyarakat ke masyarakat lainnya menurut waktu (tijd), tempat (ruimte), dan keadaan (omstandigheid).
Lain
halnya dengan hukum adat. Sebagian besar
peraturan-peraturan dikalangan masyarakat hukum adat tidak terkodifikasi. Sebagian
lagi peratyran-peraturan itu tertulis di daun lontar, batu-batu, mungkin di
tembok-tembok, barangkali juga dijalan-jalan.
Tulisan-tulisan di tembok-tembok di kota Roma (yang disebut grafiti), atau dijalan-jalan beraspal
dewasa ini dapat dipandang sebagai tiruan(atau mimesis dalam bahasa Yunani) dari kebiasaan yang mulai tumbuh dan
berkembang di Roma itu.
Peraturan-peraturan tidak terkodifikasi itu dirumuskan oleh para kepala
adat. Dahulu, peraturan-peraturan itu
berlaku bagi orang indonesia asli dan timur asing.
Secara
etimologis (asal usul kata), menurut snouck hurgonje, kata adat berasal dari
bahasa arab yang kemudian lazim dipergunakan di Indonesia. Snouck hurgonje secara singkat mendefinisikan
hukum adat sebagai hukum rakyat Indonesia yang tak dikodifikasikan. Pada awalnya, hukum adat diartikan sebagai
kebiasaan, yaitu semua tingkah laku orang Indonesia. Akan tetapi, menurut pasal 15A.B, “kebiasaan
adalah bukan hukum, kecuali apabila undang-undang menunjukan kepadanya” (Van Dijk /Soehardi, 1964: 4) A.B merupakan
singkatan dari Algemene Bepalingen van
Wetgeving (ketentuan umum tentang pembentukan undang-undang). Dengan diundangkanya UU no. 10 Tahun 2004
tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, khusus menimbang huruf C,
maka A.B. tersebut seharusnya sudah tidak sesuai lagi dengan hukum
ketatanegaraan Republik Indonesia.
Perlu
dicatat bahwa ketentuan pasal 15 A.B. itu tidak sejalan dengan hukum yang
berlaku di beberapa negara Eropa pada masa itu, yang memandang kebiasaan
sebagai hukum. Misalnya hukum yang
berlaku di Jerman zaman Friedrich Carl von Savignyi bapak aliran sejarah/budaya
hukum. Namun kehadiran pasal 15 A.B.
dalam tata hukum pemerintahan Hindia Belanda dapat dipahami melalui sejarah
hukum kodifikasi yang berawal dari Roma, dimantapkan di Prancis pada zaman
Napoleon Bonaparte, berkembang lagi di Belanda, dan akhirnya sampai ke
Indonesia metode konkordansi.
How to get Titanium White octane in the game of Tennis
BalasHapusThe game of babyliss pro titanium straightener Tennis is a tennis game, it is damascus titanium played by one titanium helix earrings of the best titanium vs platinum tennis players in the world. Tennis is played in a unique titanium dive knife