HUKUM ADAT DALAM PROSPEKSI
Prospek
hukum adat di Indonesia secara etimologi mempunyai bebrapa
pengertian diantanya rencana, persepektif, Kemungkinan, harapan,namaun kalau di
tinjau dari segi terminology atau secarah peristilahan yaitu membicrakan
bagaimana hukum adat di kemudian hari atau sebuah gambaran kedepan mengenai
hukum adat apaka hukum adat ini masih tetap di berlaku di Negara atau tidak
karena hukum adat yang ada sekran ini terjadi desekan desekan yang begitu kita
karena dengan berkembangannya ilmu pengetahuan yang modern dan pemikiran
pemikiran yang datang dari luar yang sangat mempengaruhi eksistensi
perkembangan hukum adat itu sendiri[1]. hukum adat merupakan sebuah ciri khas
atau produk asali bangsa kita yang mempunyai kekuatan hukum yang di anggap
sakral dalam penerapan bahkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang
terjadi didalam lingkungan baik secra umum maupun secara individu didalam
masyrakat.semenjak kemerdekaan politik diindonesia menjadi suatu
kenyataan maka timbulah masaalah lain yang sama penting dan sukarnya,
yakni masaalah pembinaan masyarakat Indonesia yang sampai bebrapa tahun
lalu hampir seluruh dikendalikan oleh kekuasaan kekuasaan asing
dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan politik. Konsepsi Van Vollenhoven yang
isinya menganjurkan diadakan pencatatan-pencatatan yang sistematis dari
pengertian-pengertian hukum yang sesungguhnya dari penduduk, tetapi didahului
dengan penelitian dan penyelidikan yang dipimpin oleh para ahli. Tujuan ini
adalah untuk memajukan ketentuan hukum dan untuk membantu hakim yang harus
mengadili hukum adat. Akhirnya pada tahun 1927 konsepsi Van Vollenhoven ini
diterima. Dan politik pemerintah kolonial Belanda kembali secara teratur kearah
dualisme. Mr. B. Ter Haar, murid Van Vollenhoven, berusah supaya hukum adat
dipertahankan dan dilaksanakan sebagai hal yang sangat sesuai bagi kebutuhan
masyarakat bangsa Indonesia dalam kedudukannya sekarang. Politik hukum adat
semenjak tahun 1927 setelah konsepsi Vollenhoven diterima, menghendaki juga
re-organisasi sistem pengadilan. Terutama sekali Ter haar yang mengadakan
re-organisasi pengadilan, yang melaksanakan pengadilan desa dan akhirnya
pengadilan negeri, kesemuanya itu untuk memperbaiki pengadilan
Mahkamah-Mahkamah yang harus melakukan hukum adat. Jadi yang terjadi hingga
sampai jatuhnya pemerintahan kolonial Belanda kepada Balatentara Jepang adalah
kodifikasi dan bukan unifikasi.
Hukum Adat dalam Perundang-Undangan
1.
Hukum Adat, melalui
perundang-undangan, putusan hakim, dan ilmu hukum hendaknya dibina ke arah
Hukum Nasional secara hati-hati.
2.
Hukum Perdata Nasional hendaknya
merupakan hukum kesatuan bagi seluruh rakyat Indonesia dan diatur dalam
Undang-Undang yang bersifat luwes yang bersumber pada azas-azas dan Jiwa hukum
adat.
3.
Kodifikasi dan Unifikasi hukum
dengan menggunakan bahan-bahan dari hukum adat, hendaknya dibatasi pada
bidang-bidang dan hal-hal yang sudah mungkin dilaksanakan pada tingkat
nasional. Bidang-bidang hukum yang diatur oleh hukum adat atau hukum kebiasaan
lain yang masih bercorak lokal ataupun regional, sepanjang tidak bertentangan
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak menghambat
pembangunan masih diakui berlakunya untuk kemudian dibina ke arah unifikasi
hukum demi persatuan bangsa.
4.
Menyarankan untuk segera mengadakan
kegiatan-kegiatan unifikasi hukum harta kekayaan adat yang tidak erat
hubungannya dengan kehidupan spirituil dan hukum harta kekayaan barat, dalam
perundang-undangan sehingga terbentuknya hukum harta kekayaan nasional.
5.
Menyarankan agar dalam
mengikhtiarkan pengarahan hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan kepada
unifikasi hukum nasional dilakukan melalui lembaga peradilan.
6.
Hendaklah dibuat Undang-undang yang
mengandung azas-azas pokok hukum perundang-undangan yang dapat mengatur politik
hukum, termasuk kedudukan hukum adat.
Hukum Adat dalam Putusan Hakim
1. Hendaklah
hukum adat kekeluargaan dan kewarisan lebih diperkembangkan ke arah hukum yang
bersifat bilateral/parental yang memberikan kedudukan yang sederajat antara
pria dan wanita.
2. Dalam
rangka pembinaan Hukum Perdata Nasional hendaknya diadakan publikasi
jurisprudensi yang teratur dan tersebar luas.
3. Dalam
hal terdapat pertentangan antara undang-undang dengan hukum adat hendaknya
hakim memutus berdasarkan undang-undang dengan bijaksana.
4. Demi
terbinanya Hukum Perdata Nasional yang sesuai dengan politik hukum negara kita,
diperlukan hakim-hakim yang berorientasi pada pembinaan hukum.
5. Perdamaian
dan kedamaian adalah tujuan tiap masyarakat karena itu tiap sengketa Hukum
hendaklah diusahakan didamaikan.
Azas azas Hukum Adat
1.
Azas Gotong royong;
2.
Azas fungsi sosial hak miliknya;
3.
Azas persetujuan sebagai dasar
kekuasaan umum;
4.
Azas perwakilan dan musyawaratan
dalam sistem pemerintahan
Sifat Hukum Adat
1. Commun atau komunal atau kekeluargaan
(masyarakat lebih penting daripada individu);
2. Contant atau Tunai perbuatan hukum dalam
hukum adat sah bila dilakukan secara tunai, sebagai dasar mengikatnya perbuatan
hukum.
3. Congkrete atau Nyata, Riil perbuatan hukum
dinyatakan sah bila dilakukan secara kongkrit bentuk perbuatan hukumnya. 28/10/2008 klas F
Djojodigoeno
menyebut hukum adat mempunyai sifat: statis, dinamis dan plastis
1. Statis,
hukum adat selalu ada dalam
amsyarakat,
2. Dinamis,
karena hukum adat dapat mengikuti perkembangan masyarakat,
3. Plastis/Fleksibel,
kelenturan hukum adat sesuai kebutuhan
dan kemauan masyarakat.
PROSPEK HUKUM ADAT DI INDONESIA
Prof. Soepomo di dalam Dies Natalis
pada tanggal 17 Maret 1947 menegaskan sebagai berikut:
a.
Bahwa dalam lapangan hidup
kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.
b.
Bahwa hukum pidana dari sesuatu
Negara wajib sesuai dengan corak dan sifat-sifat bangsanya atau masyrakat itu
sendiri.
c.
Bahwa hukum adat sebagai hukum
kebiasaan yang tak tertulis akan tetap menjadi sumber hukum baru dalam hal-hal
yang belum/tidak diterapkan oleh undang-undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar